Ini
adalah sebuah kisah tentang pengalaman seseorang yang dialami dalam
keluarganya.
Di sebuah kota, hiduplah satu keluarga beranggotakan ayah,
ibu, dan 3 orang anak. Ketiga anak ini yang satu laki-laki dan dua lainnya
perempuan. Suatu hari sepulang sekolah, seperti biasa ketiga anak itu tiba di
rumah dan segera berganti pakaian. Ibu mereka telah mempersiapkan makan siang
dan sang ayah baru datang sehabis menjemput mereka di sekolah. Setelah berganti
pakaian, mereka sekeluarga berkumpul di meja makan dan berdoa sebelum makan.
Ketika mereka sedang menikmati makan siang yang telah dibuat oleh sang ibu
dengan sepenuh hati, tiba-tiba anak pertama mereka yang laki-laki mengeluarkan
darah pada hidungnya. Ayah yang melihat itu segera menyuruh sang anak untuk tidur
dan membersihkan hidungnya dengan tissue. Ketika dibersihkan, darah tidak
berhenti mengucur dari hidung sang anak. Kekhawatiran mulai muncul dalam
keluarga itu pada siang hari itu. Sang ibu segera mencoba menelepon dokter dan
ternyata dokter masih belum praktek dan baru buka praktek sekitar 3 jam
kemudian. Keluarga itu terus kebingungan dan hanya bisa membersihkan hidung
yang terus berdarah itu.
Sampai akhirnya jam praktek dokter telah tiba dan sang anak
segera dibawa ke dokter dalam keadaan hidung masih berdarah. Di sana, dokter
langsung menyuruh melakukan tes darah di poliklinik untuk mendapatkan hasil dan
perkiraan yang tepat mengenai apa yang dialami oleh anak ini. Setelah menunggu
1,5 jam akhirnya hasil tes darah keluar dan hasil itu segera diserahkan kepada
dokter. Melihat hasil itu, dokter langsung menyarankan agar anak ini dirawat di
rumah sakit untuk pemulihan karena didapatkan jumlah trombosit anak itu kurang
dari normal dan perlu ditingkatkan mencapai jumlah normal. Sang anak diharuskan
melakukan tranfusi darah untuk meningkatkan trombositnya.
Keluarga itu menunggu di rumah sakit, hingga malam hari tiba
dan kedua adiknya harus pulang ke rumah bersama ayahnya karena besok masih
masuk sekolah. Sang ibu dengan setia menunggu sang anak di rumah sakit. Dia tidak
bisa tidur pada malam itu karena selalu terpikir tentang kondisi anaknya yang
terbaring dengan infus di tangannya. Keesokan harinya, sang ayah tiba di rumah sakit
setelah mengantarkan kedua anak perempuannya ke sekolah. Dokter pun tiba dan
melakukan pemeriksaan pada sang anak dan menyuruh sang ayah agar segera memesan
darah dari PMI untuk tranfusi. Sekitar pukul 12 siang, 2 plastik darah telah
tiba dan segera diinfuskan pada sang anak. Sang ibu selalu menemani anaknya
setiap akan dilakukan tranfusi karena sang anak merasa takut.
Tranfusi terus dilakukan sampai sekitar 1 minggu setelah
awal masuk rumah sakit, kondisi anak itu mulai membaik dan trombositnya sudah
mendekati normal. Dokter mengijinkan untuk pulang dengan syarat selalu minum
obat yang diberikan hingga obat itu habis. Sang ibu segera membawa anak itu
pulang dengan gembira.
Dari pengalaman di atas, kita dapat melihat betapa
besar rasa sayang seorang ibu pada anaknya. Dia tidak ingin anaknya mengalami
hal yang menyakitkan, dia tidak ingin kehilangan anaknya. Meskipun mungkin anak
itu nakal dan sering membantah apa yang dikatakannya. Tidak sedikit dari kita
yang kurang mengerti tentang kasih orang tua kita, khususnya ibu. Dia telah
mengandung kita selama sembilan bulan, ke mana mana selalu membawa kita yang
hanya menambah beratnya dan seringkali kita membuat mereka kesakitan. Dia
selalu merawat kita ketika kecil, bahkan ketika sekarang kita sudah beranjak
dewasa, tidak sedikit ibu yang selalu mengkhawatirkan anaknya, takut jika
terjadi sesuatu yang buruk pada anaknya. Dalam setiap doanya, percayalah ibu
selalu mendoakan anaknya agar memperoleh yang terbaik dalam setiap langkah
hidupnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar